TULISAN 6
KESATRIA DI
DALAM DESA
Kisah
ini saya dapatkan dari cerita teman saya yang ia alami saat ia berada di
kampong halaman nya.
Kumel, dekil, polos dan apa adanya itulah
salah satu gambaran tentang Hendar kecil. ia adalah salah satu anak ke 4 dari 5
bersaudara. Hendar sendiri tumbuh dalam keluarga yang bisa di katakan sangat
sederhana atau serba kekurangan dalam sisi ekonomi. hidup serba kekurangan
sudah menjadi hal yang biasa bagi hendar, tetapi ia tak hanya diam menyaksikan
apa yang keluarganya rasakan, Hendar selalu berusaha mensiasati hal tersebut
dengan berbagai macam tindakan kreatifnya, seperti berjualan es lilin, kacang
rebus, jagung rebus milik tetangganya yang berbaik hati untuk membantu. dan
gambar mewarnai yang hendar buat sendiri untuk di jual di sekolah dasar tempat
ia menimba ilmu serta hendar juga berjualan kantong kresek di pasar
tradisional. Tak ada sedikit pun rasa malu, canggung yang menghantuinya, tapi
yang ada hanya semangat dan percaya diri.
Setiap pagi Hendar pergi ke sekolah untuk
melaksanakan kewajibanya sebagai pelajar, sambil membawa beberapa dagangan
untuk dijajakan. sedangkan sepulang sekolah ia tak langsung bermain layaknya
anak-anak seusianya, akan tetapi Hendar pergi ke pasar untuk berjualan kantong
kresek yang sudah menjadi rutinitas setiap pulang sekolah.
ya memang tak pantas rasanya seorang anak
kecil seusianya yang harusnya menikmati masa-masa dunia anak, malah ia menjelma
bak orang dewasa. tetapi apa daya keadaanlah yang memaksa ia.
Kaki
kecil penuh dengan lumpur hitam pasar tradisional yang beralaskan sandal kusam
berbeda pasang itu, terus membawa ia menjajakan barang daganganya dari tempat
satu ke tempat yang lain.
“pak,
bu kantong kreseknya…!” tawarannya ke setiap kali ada orang yang sedang
berbelanja.
2
ratus rupiah harga per kantongnya sudah membuatnya senang di setiap ada orang
yang membeli dagangan hendar.
Sinar matahari yang sangat menyengat tak
membuatnya ikut terbakar dalam sengatan panasnya sang surya untuk terus mengerjakan
rutinitasnya itu. terkadang rasa haus dan lapar menjadi teman pengantar setia
hendar
Berwangian bau sengatan matahari, bemandikan
keringat, beraromakan semerbak bau khas pasar tradisional sudah menjadi gaya
hidup dalam pekerjaanya. Jika waktu sudah sore, hendar mencukupkan pekerjaan
dan pergi untuk pulang dengan sedikit membawa uang dari hasil jualannya. Tak
banyak memang, akan tetapi itu sedikit cukup untuk mengisi uang saku dan
sedikit membantu orang tua hendar di rumah. Waktu terus bergulir dari hari ke
hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan, dan tahun ke tahun berlalu dengan
pengorbanan, kini Hendar tumbuh menjadi sosok pemuda biasa lainnya, yang
sekarang duduk di bangku SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) swasta di daerah
pamarayan serang. Berbekal dari ilmu dan pegalaman yang ia dapat dari masa
kecilnya, cukup membuat ia tegar dan siap menjalani NANO-NANO KEHIDUPAN di masa
nanti. Cahaya masa depan yang cerah kini sedang menanti untuk ia raih. Dan Masa
lalu biarlah belalu hidup getir, pahit dan jauh dari kata cukup biar saja
menjadi bingkai kehidupan dan jadi motivasi untuk meraih masa depan yang
gemilang.
Itulah Muhammad Suhendar orang-orang sering di
memanggil ia Hendar dia tinggal di salah satu desa yang tidak jauh dari pusat
kota, tapi aku merasa jauh dia pedalaman desa karena dia sendiri tidak begitu
merasakan manisnya suasana kota…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar