1.
PENGERTIAN PENALARAN, EVIDENSI, INFERENSI, IMPLIKASI DAN PROPOSISI
·
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan
indera (observasi empiric) yang menghasilkan sejumlah konsep dan
pengertian.berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan berbentuk
proposisi-proposisi yang sejenis,berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui
atau dianggap benar,orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya
tidak diketahui.proses inilah yang disebut menalar. Ada dua metode dalam
penalaran,yaitu deduktif dan induktif. Penalaran Deduktif adalah metode
berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebihdahulu untuk seterusnya
dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. Penalaran ini lebih banyak
berpijak pada observasi inderawi atau empiri. Dengan kata lain penalaran
induktif adalah proses penarikan kesimpulan dari kasus-kasus yang bersifat
individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum.
·
evidensi adalah semua yang ada semua kesaksian,semua
informasi,atau autoritas yang dihubungkan untuk membuktikan suatu kebenaran,
fakta dalam kedudukan sebagai evidensi tidak boleh dicampur adukan dengan apa
yang di kenal sebagai pernyataan atau penegasan. Dalam wujud yang paling
rendah. Evidensi itu berbentuk data atau informasi. Yang di maksud dengan data
atau informasi adalah bahan keterangan yang di peroleh dari suatu sumber tertentu.
Cara mrnguji data :
Data dan informasi yang di gunakan dalam penalaran
harus merupakan fakta. Oleh karena itu
perlu diadakan pengujian melalui cara-cara tertentu sehingga bahan-bahan
yang merupakan fakta
itu siap di gunakan sebagai evidensi. Di bawah ini beberapa cara yang dapat di
gunakan untuk pengujian tersebut.
a.Observasi
b.Kesaksian
c.Autoritas
Cara menguji fakta
Untuk menetapkan apakah data atau informasi yang
kita peroleh itu merupakan fakta,maka
harus diadakan penilaian. Penilaian tersebut baru merupakan
penilitian tingkat pertama untuk mendapatkan
keyakinan bahwa semua bahan itu adalah fakta, sesudah itu pengarang atau
penulis harus
mengadakan penilaian tingkat kedua yaitu dari semua fakta tersebut dapat
digunakan
sehingga benar-benar memperkuat kesimpulan yang akan diambil.
·
Inferensi merupakan sebuah pekerjaan bagai pendengar
(pembaca) yang selalu terlibat dalam tindak tutur selalu harus siap
dilaksanakan ialah inferensi. Inferensi dilakukan untuk sampai pada suatu
penafsiran makna tentang ungkapan-ungkapan yang diterima dan pembicara atau
(penulis). Dalam keadaan bagaimanapun seorang pendengar (pembaca) mengadakan
inferensi. Pengertian inferensi yang umum ialah proses yang harus dilakukan
pembaca (pendengar) untuk melalui makna harfiah tentang apa yang ditulis
(diucapkan) samapai pada yang diinginkan oleh saorang penulis (pembicara).
Inferensi
atau kesimpulan sering harus dibuat sendiri oleh pendengar atau pembicara
karena dia tidak mengetahui apa makna yang sebenarnya yang dimaksudkan oleh
pembicara/penulis. Karena jalan pikiran pembicara mungkin saja berbeda dengan
jalan pikiran pendengar, mungkin saja kesimpulan pendengar meleset atau bahkan
salah sama sekali. Apabila ini terjadi maka pendengar harus membuat inferensi
lagi. Inferensi terjadi jika proses yang harus dilakukan oleh pendengar atau
pembaca untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat pada tuturan
yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis. Pendengar atau pembaca dituntut
untuk mampu memahami informasi (maksud) pembicara atau penulis.
Inferensi
adalah membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya. Dalam
membuat inferensi perlu dipertimbangkan implikatur. Implikatur adalah makna
tidak langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan
(eksplikatur).
a.Inferensi
Langsung
Inferensi
yang kesimpulannya ditarik dari hanya satu premis (proposisi yang digunakan
untuk penarikan kesimpulan). Konklusi yang ditarik tidak boleh lebih luas dari
premisnya.
Contoh:
Bu, besok temanku berulang tahun. Saya diundang makan malam.
Tapi saya tidak punya baju baru, kadonya lagi belum ada”.
Maka
inferensi dari ungkapan tersebut: bahwa tidak bisa pergi ke ulang tahun
temanya.
Contoh:
Pohon yang di tanam pak Budi setahun lalu hidup.
Dari
premis tersebut dapat kita lansung menari kesimpulan (inferensi) bahwa: pohon
yang ditanam pak budi setahun yang lalu tidak mati.
b.Inferensi
Tak Langsung
Inferensi
yang kesimpulannya ditarik dari dua / lebih premis. Proses akal budi membentuk
sebuah proposisi baru atas dasar penggabungan proposisi-preposisi lama.
Contoh:
A : Anak-anak begitu gembira ketika ibu memberikan bekal
makanan.
B : Sayang gudegnya agak sedikit saya bawa.
Inferensi
yang menjembatani kedua ujaran tersebut misalnya (C) berikut ini.
C : Bekal yang dibawa ibu lauknya gudek komplit.
Contoh yang lain;
A : Saya melihat ke dalam kamar itu.
B : Plafonnya sangat tinggi.
Sebagai
missing link diberikan inferensi, misalnya:
C: kamar itu memiliki plafon
·
Proposisi
1. Pengertian
o Merupakan
unsur pokok kedua dari penalaran, yaitu membuat putusan, sebagai kegiatan
mental/pikiran, yang diekspresikan secara verbal dalam proposisi.
o Pengakuan
atau pengingkaran sesuatu tentang sesuatu yang lain, yang berlangsung di dalam
akal budi. Putusan (yang terjadi dalam akal budi ini) dapat diungkapkan dalam
sebuah proposisi.
o Pernyataan
yang di dalamnya manusia mengakui atau mengingkari sesuatu tentang sesuatu yang
lain.
2. Perbandingannya dengan Pengertian
Pengertian
ialah gambaran pikiran dari sebuah objek. Putusan ialah pernyataan hubungan
antara kedua gambaran itu (mengiyakan atau mengingkari). Mengiyakan: “Monopoli
adalah tindakan yang merusak mekanisme pasar”. Mengingkari: “Deregulasi
bukanlah tindakan yang merusak mekanisme pasar”.
Pengertian
tidak dikatakan benar atau salah. Putusan: dapat dikatakan benar atau salah.
Proposisi disebut sebagai “tempat kebenaran” bukan bahwa proposisi itu selalu
benar, melainkan karena hubungan yang diakui atau diingkarinya itu dapat diuji
dengan kenyataan, dan hasilnya pun dapat benar dan dapat salah.
3. Unsur-unsur
proposisi
o Term
subyek: hal yang tentangnya pengakuan atau pengingkaran ditujukan.
o Term
predikat: apa yang diakui atau diingkari tentang subyek.
o Kopula:
penghubung (adalah, bukan / tidak) antara term subyek dan term predikat, dan
sekaligus memberi bentuk (pengakuan atau pengingkaran) pada hubungan itu.
Setiap
proposisi selalu mengandung ketiga unsur itu. Itu sebabnya setiap proposisi
selalu berupa kalimat, meskipun tidak setiap kalimat adalah proposisi. Dalam
logika, sebuah kalimat adalah proposisi apabila isi kalimat tersebut sanggup
menjadi benar atau salah (dapat dinilai benar atau salah) = kalimat berita
(informatif).
4. Macam-macam
Proposisi
Pertama merdasarkan
sifat pengakuan atau pengingkarannya: (1) Proposisi kategoris: proposisi dimana
pengakuan atau pengingkaran atas hubungan term subyek dan term predikat berlaku
tanpa syarat. Musalnya: “Semua Bank Nasional adalah bank bermasalah”; (2)
Proposisi hipotesis: proposisi dimana pengakuan atau pengingkaran atas hubungan
term subyek dan term predikat bergantung kepada syarat yang harus dipenuhi.
Kisalnya: “Jika kepada seorang karyawan diberi pekerjaan yang dia senangi, maka
motivasinya akan meningkat”. (Ini disebut proposisi hipotesis kondisional,
kopulanya adalah: Jika… maka…).
Kedua berdasarkan
materinya: (1) Proposisi analisis: Term predikat tidak menambahkan unsur
pengertian baru kepada term subyek. Predikat hanya sekedar menyebutkan sifat
hakiki yang pasti terdapat pada subyek. Misalnya: “Ibu Mr. X adalah wanita”,
“Keuntungan bersih adalah penerimaan dikurangi biaya”; (2) Proposisi sintesis:
term predikat menambahkan unsur pengertian baru kepada term subyek. Misalnya:
“Ibu Mr. X ternyata pandai memasak”, “Pajak pendapatan adalah 20%”.
Ketiga berdasarkan
bentuk atau kualitasnya: (1) Proposisi afirmatif: kopulanya positif = mengakui
atau mengiyakan hubungan antara term subyek dan term predikat. Contoh:
“Organisasi bisnis adalah organisasi yang berorientasi profit”; (2) Proposisi
negatif: kopulanya negatif = menolak atau mengingkari hubungan antara term
subyek dan term predikat. Contoh: “Yayasan bukanlah lembaga yang berorientasi
profit”.
Keempat berdasarkan
luas atau kuantitasnya. Dibedakan antara proposisi singular, proposisi
partikular, dan proposisi universal. Kuantitas suatu proposisi ditentukan oleh
luas term subyek proposisi itu.
·
pengertian implikasi
Perhatikan pernyataan berikut ini: “Jika matahari bersinar
maka udara terasa hangat”, jadi, bila kita tahu bahwa matahari bersinar, kita
juga tahu bahwa udara terasa hangat. Karena itu akan sama artinya jika kalimat
di atas kita tulis sebagai:
“Bila matahari bersinar, udara terasa hangat”.
”Sepanjang waktu matahari bersinar, udara terasa hangat”.
“Matahari bersinar berimplikasi udara terasa hangat”.
“Matahari bersinar hanya jika udara terasa hangat”.
Berdasarkan pernyataan diatas, maka untuk menunjukkan bahwa
udara tersebut hangat adalah cukup dengan menunjukkan bahwa matahari bersinar atau
matahari bersinar merupakan syarat cukup untuk udara terasa hangat.
Sedangkan untuk menunjukkan bahwa matahari bersinar adalah
perlu dengan menunjukkan udara menjadi hangat atau udara terasa hangat
merupakan syarat perlu bagi matahari bersinar. Karena udara dapat menjadi
hangat hanya bila matahari bersinar
2. CARA MENGUJI DATA, FAKTA DAN
MENILAI AUTORITAS
·
Cara menguji data
Data dan informasi yang digunakan dalam penalaran harus merupakan fakta. Oleh
karena itu perlu diadakan pengujian melalui cara-cara tertentu sehingga
bahan-bahan yang merupakan fakta itu siap digunakan sebagai evidensi. Dibawah
ini beberapa cara yang dapat digunakan untuk pengujian tersebut.
1. Observasi
2. Kesaksian
3. Autoritas
·
Cara menguji fakta
Untuk menetapkan apakah data atau informasi yang kita peroleh itu merupakan
fakta, maka harus diadakan penilaian. Penilaian tersebut baru merupakan
penilaian tingkat pertama untuk mendapatkan keyakitan bahwa semua bahan itu
adalah fakta, sesudah itu pengarang atau penulis harus mengadakan penilaian
tingkat kedua yaitu dari semua fakta tersebut dapat digunakan sehingga
benar-benar memperkuat kesimpulan yang akan diambil.
1. Konsistensi
2. Koherensi
·
Cara menguji autoritas
Seorang penulis yang
objektif selalu menghidari semua desas-desus atau kesaksian dari tangan kedua.
Penulis yang baik akan membedakan pula apa yang hanya merupakan pendapat saja
atau pendapat yang sungguh-sungguh didasarkan atas penelitian atau data
eksperimental.
1. Tidak mengandung prasangka
2. Pengalaman dan pendidikan autoritas
3. Kemashuran dan prestise
4. Koherensi dengan kemajuan
3. PENALARAN MENJADI
KOMPONEN PENTING DALAM MENYUSUN PENELITIAN
Pengertian dan Jenis
Penalaran
Penalaran (reasioning) adalah suatu proses berpikir dengan menghubung-hubungkan
bukti, fakta atau petunjuk menuju suatu kesimpulan. Dengan kata lain, penalaran
adalah proses berpikir yang sistematik dalan logis untuk memperoleh sebuah kesimpulan.
Bahan pengambilan kesimpulan itu dapat berupa fakta, informasi, pengalaman,
atau pendapat para ahli (otoritas).
Secara umum, ada dua jenis penalaran atau pengambilan kesimpulan, yakni
penalaran induktif dan deduktif.
1. Penalaran Induktif dan Coraknya
Penalaran induktif adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari sesuatu yang
khusus menuju sesuatu yang umum.
Penalaran Induktif dapat dilakukan dengan tiga cara:
a. Generalisasi
Generalisasi adalah proses penalaran yang bertolak dari sejumlah gejala atau
peristiwa yang serupa untuk menarik kesimpulan mengenai semua atau sebagian
dari gejala atau peristiwa itu. Generalisasi diturunka dari gejala-gejala
khusus yang diperoleh melalui pengalaman, observasi, wawancara, atau studi
dokumentasi. Sumbernya dapat berupa dokumen, statistik, kesaksian, pendapat
ahli, peristiwa-peristiwa politik, sosial ekonomi atau hukum. Dari berbagai
gejala atau peristiwa khusus itu, orang membentuk opini, sikap, penilaian,
keyakinan atau perasaan tertentu.
Beberapa contoh penalaran induktif dengan cara generalisasi adalah sebagai
berikut:
1) Berdasarkan pengalaman, seorang ibu dapat membedakan atau menyimpulkan arti
tangisan bayinya, sebagai ungkapan rasa lapar atau haus, sakit atau tidak
nyaman.
2) Berdasarkan pengamatannya, seorang ilmuwan menemukan bahwa kambing, sapi,
onta, kerbau, kucing, harimau, gajah, rusa, kera adalah binatang menyusui.
Hewan-hewan itu menghasilkan turunannya melalui kelahiran. Dari temuannya itu,
ia membuat generalisasi bahwa semua binatang menyusui mereproduksi turunannya
melalui kelahiran.
b. Analogi
Analogi adalah suatu proses yag bertolak dari peristiwa atau gejala khusus yang
satu sama lain memiliki kesamaan untuk menarik sebuah kesimpulan. Karena titik
tolak penalaran ini adalah kesamaan karakteristik di antara dua hal, maka
kesimpulannya akan menyiratkan ”Apa yang berlaku pada satu hal, akan pula
berlaku untuk hal lainya”. Dengan demikian, dasar kesimpula yang digunakan
merupakan ciri pokok atau esensial dari dua hal yang dianalogikan.
Beberapa contoh penalaran induktif dengan cara analogi adalah sebagai berikut:
1) Dalam riset medis, para peneliti mengamati berbagai efek dari bermacam bahan
melalui eksperimen binatang seperti tikus dan kera, yang dalam beberapa hal memiliki
kesamaan karakter anatomis dengan manusia. Dari kajian itu, akan ditarik
kesimpulan bahwa efek bahan-bahan uji coba yang ditemukan pada binatang juga
akan terjadi pada manusia.
2) Dr. Maria C. Diamond, seorang profesor anatomi dari University of California
tertarik untuk meneliti pengaruh pil kontrasepsi terhadap pertumbuha cerebral
cortex wanita, sebuah bagian otak yang mengatur kecerdasan. Dia menginjeksi
sejumlah tikus betina dengan sebuah hormon yang isinya serupa dengan pil.
Hasilnya tikus-tikus itu memperlihatkan pertumbuhan yang sangat rendah
dibandingkan dengan tikus-tikus yang tidak diberi hormon itu. Berdasarkan studi
itu, Dr. Diamond menyimpulkan bahwa pil kontrasepsi dapat menghambat
perkembangan otak penggunanya.
Dalam contoh penelitian tersebut, Dr. Diamond menganalogikan anatomi tikus
dengan manusia. Jadi apa yang terjadi pada tikus, akan terjadi pula pada
manusia.
c. Hubungan Kausal (Sebab Akibat)
Penalaran induktif dengan melalui hubungan kausal (sebab akibat) merupakan
penalaran yang bertolak dari hukum kausalitas bahwa semua peristiwa yang
terjadi di dunia ini terjadi dalam rangkaian sebab akibat. Tak ada suatu gejala
atau kejadian pun yang muncul tanpa penyebab.
Cara berpikir seperti itu sebenarnya lazim digunakan dalam kehidupan sehari-hari,
seperti halnya dalam dunia ilmu pengetahuan.
Contoh:
1) Ketika seorang ibu melihat awan tebal menggantung, dia segera memunguti
pakaian yang sedang dijemurnya. Tindakannya itu terdorong oleh pengalamannya
bahwa mendung tebal (sebab) adalah pertanda akan turun hujan (akibat).
2) Seorang petani menanam berbagai jenis pohon dipekarangannya, tanaman
tersebut dia sirami, dia rawat dan dia beri pupuk. Anehnya, tanaman itu
bukannya semakin segar, melainkan layu bahkan mati. Tanaman yang mati dia
cabuti. Ia melihat ternyata akar-akarnya rusak da dipenuhi rayap. Berdasarkan
temuannya itu, petani tersebut menyimpulkan bahwa biang keladi rusaknya tanaman
(akibat) adalah rayap (sebab).
2. Penalaran Deduktif dan Coraknya
Penalaran deduksi adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari sesuatu yang
umum (prinsip, hukum, teori atau keyakinan) menuju hal-hal khusus. Berdasarkan
sesuatu yang umum itu, ditariklah kesimpulan tentang hal-hal khusus yang
merupakan bagian dari kasus atau peristiwa khusus itu.
Contoh :
Semua makhluk hidup akan mati
Manusia adalah makhluk hidup
Karena itu, semua manusi akan mati.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa proses penalaran itu berlangsung
dalam tiga tahap.
Pertama, generalisasi sebagai pangkal bertolak (pernyataan pertama merupakan
generalisasi yang bersumber dari keyakina atau pengetahuan yang sudah diketahui
dan diakui kebenarannya.
Kedua, penerapan atau perincian generalisasi melalui kasus atau kejadian
tertentu.
Ketiga, kesimpulan deduktif yang berlaku bagi kasus atau peristiwa khusus itu.
Penalaran deduktif dapat dilakukan dengan dua cara:
a. Silogisme
Silogisme adalah suatu proses penalaran yang menghubungkan dua proposisi
(pernyataan) yang berlainan untuk menurunkan sebuah kesimpulan yang merupakan
proposisi yang ketiga. Proposisi merupakan pernyataan yang dapat dibuktikan
kebenarannya atau dapat ditolak karena kesalahan yang terkandung didalamnya.
Dari pengertian di atas, silogisme terdiri atas tiga bagian yakni: premis
mayor, premis minor, dan kesimpulan. Yang dimaksud dengan premis adalah
proposisi yang menjadi dasar bagi argumentasi. Premis mayor mengandung term
mayor dari silogisme, merupakan geeralisasi atau proposisis yang dianggap bear
bagi semua unsur atau anggota kelas tertentu. Premis minor mengandung term minor
atau tengah dari silogisme, berisi proposisi yang mengidentifikasi atau
menuntuk sebuah kasus atau peristiwa khusus sebagai anggota dari kelas itu.
Kesimpulan adalah proposisi yang menyatakan bahwa apa yang berlaku bagi seluruh
kelas, akan berlaku pula bagi anggota-anggotanya.
Contoh:
Premis mayor : Semua cendekiawan adalah pemikir
Premis minor : Habibie adalah cendekiawan
Kesimpulan : Jadi, Habibie adalah pemikir.
b. Entinem
Entiem adalah suatu proses penalaran dengan menghilangkan bagian silogisme yang
dianggap telah dipahami.
Contoh:
Berangkat dari bentuk silogisme secara lengkap:
Premis mayor : Semua renternir adalah penghisap darah dari orang yang
sedang kesusahan
Premis minor : Pak Sastro adalah renternir
Kesimpulan : Jadi, Pak Sastro adalah peghisap darah orang yag
kesusahan.
Kalau proses penalaran itu dirubah dalam bentuk entinem, maka bunyinya hanya
menjadi ”Pak Sastro adalah renternir, yang menghisap darah orang yang sedang
kesusahan.”B. Hubungan Menulis Karya Ilmiah dengan Penalaran
Karya tulis ilmiah adalah tulisan yang didasari oleh pengamatan, peninjauan
atau penelitian dalam bidang tertentu, disusun menurut metode tertentu dengan
sistematika penulisan yang bersantun bahasa dan isinya dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya.
Atas dasar itu, sebuah karya tulis ilmiah harus memenuhi tiga syarat:
1. Isi kajiannya berada pada lingkup pengetahuan ilmiah
2. Langkah pengerjaannya dijiwai atau menggunakan metode ilmiah
3. Sosok tampilannya sesuai da telah memenuhi persyaratan sebagai suatu sosok
tulisan keilmuan.
Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa penalaran menjadi bagian penting
dalam proses melahirkan sebuah karya ilmiah. Penalaran dimaksud adalah
penalaran logis yang mengesampingkan unsur emosi, sentimen pribadi atau
sentimen kelompok. Oleh karena itu, dalam menyusun karya ilmiah metode berpikir
keilmuan yang menggabungkan cara berpikir/penalaran induktif dan deduktif, sama
sekali tidak dapat ditinggalkan.
Metode berpikir keilmuan sendiri selalu ditandai dengan adanya:
1. Argumentasi teoritik yang benar, sahih dan relevan
2. Dukungan fakta empirik
3. Analisis kajia yang mempertautkan antara argumentasi teoritik dengan fakta
empirik terhadap permasalahan yang dikaji.
C. Salah Nalar, Pengertian dan Macamnya
Salah nalar (reasioning atau logical fallacy) adalah kekeliruan dalam proses
berpikir karena keliru menafsirkan atau menarik kesimpulan. Kekeliruan ini
dapat terjadi karena faktor emosional, kecerobohan atau ketidaktahuan.
Contoh sederhana:
Seseorang mengatakan, ”Di sekolah, Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran
yang terpenting. Tanpa menguasai Bahasa Indonesia seorang siswa tidak mungkin
dapat memahami mata pelajaran lainnya dengan baik.”
Pernyataan tersebut tidaklah tepat. Bahwa Bahasa Indonesia merupakan mata
pelajaran penting, memang benar. Tetapi kalau dikatakan terpenting, tampaknya
perlu dipertanyakan.
Salah tafsir dapat terjadi karena kekeliruan induktif, deduktif, penafsiran
relevansi dan peggunaan otoritas yang berlebihan.
Salah nalar dapat dibedakan atas 4 (empat) macam:
1. Generalisasi yang terlalu luas
Salah nalar ini terjadi karena kurangnya data yang dijadikan dasar
generalisasi, sikap menggampangkan, malas mengumpulkan dan menguji data secara
memadai, atau ingin segera meyakinkan orang lain dengan bahan yag terbatas.
Paling tidak ada dua kesalahan generalisasi yang muncul:
a. Generalisasi sepintas (Hasty or sweeping generalization)
Kesalahan terjadi karena penulis membuat generalisasi berdasarkan data atau
evidensi yang sangat sedikit.
Contoh: Semua anak yang jenius akan sukses dalam belajar.
Pernyataan tersebut tidaklah benar, karena kejeniusan atau tingkat intelegensi
yang tinggi bukan satu-satunya faktor penentu kesuksesan belajar anak. Karena
masih banyak faktor penentu lain yang teribat seperti: motivasi belajar, sarana
prasarana belajar, keadaan lingkungan belajar, dan sebagainya.
b. Generalisasi apriori
Salah nalar ini terjadi ketika seorang penulis melakukan generalisasi atas
gejala atau peristiwa yang belum diuji kebenaran atau kesalahannya. Kesalahan
corak penalaran ini sering ditimbulkan oleh prasangka. Karena suatu anggota
dari suatu suatu kelompok, keluarga, ras atau suku, agama, negara, organisasi,
dan pekerjaan atau profesi, melakukan satu atau beberapa kesalahan, maka semua
anggota kelompok itu disimpulkan sama.
Contoh: Semua pejabat pemerintah korup; Para remaja sekarang
rusak moralnya; Zaman sekarang, tidak ada orang berbuat tanpa pamrih; dan
sebagainya.
2. Kerancuan analogi
Kerancuan analogi disebabkan karena penggunaan analogi yang tidak tepat. Dua
hal yang diperbandingkan tidak memiliki kesamaan esensial (pokok).
Contoh:
”Negara adalah kapal yang berlayar menuju tanah harapan. Jika nahkoda setiap
kali harus meminta anak buahnya dalam menentukan arah berlayar, maka kapal itu
tidak akan kunjung sampai. Karena itu demokrasi pemerintahan tidak diperlukan,
karena menghambat.”
3. Kekeliruan kasualitas (sebab akibat)
Kekeliruan kasualitas terjadi karena kekeliruan menentukan sebab.
Contoh:
a. Saya tidak bisa berenang, karena tidak ada satupun keluarga saya yang dapat
berenang.
b. Saya tidak dapat mengerjakan ujian karena lupa tidak sarapan
4. Kesalahan relevansi
Kesalahan relevansi akan terjadi apabila bukti yang diajukan tidak berhubungan
atau tidak menunjang sebuah kesimpulan. Corak kesalahan ini dapat dirinci
menjadi 3 (tiga) macam:
a. Pengabaian persoalan (ignoring the question)
Contoh:
Korupsi di Indonesia tidak bisa diberantas, karena pemerintah tidak memiliki
undang-undang khusus tentang hal itu.
b. Penyembunyian persoalan (biding the question)
Contoh:
Tidak ada jalan lain untuk memberantas korupsi kecuali pemerintah menaikkan
gaji pegawai negeri.
c. Kurang memahami persoalan
Salah nalar ini terjadi karena penulis mengemukakan pendapat tanpa memahami
persoalan yang dihadapi dengan baik. Sehingga pendapat yang disampaikan tidak
mengena atau berputar-putar dan tidak menjawab secara benar atau persoalan yang
terjadi.
5. Penyandaran terhadap prestise seseorang
Salah nalar disini terjadi karena penulis menyandarkan pada pendapat seseorang
yang hanya karena orang tersebut terkenal atau sebagai tokoh masyarakat namun
bukan ahlinya.
Agar tidak terjadi salah nalar karena faktor penyebab ini, maka perlu di patuhi
rambu-rambu sebagai berikut:
a. Orang itu diakui keahliannya oleh orang lain
b. Pernyataan yang dibuat berkenaan dengan keahliannya, dan relevan dengan
persoalan yang dibahas.
c. Hasil pemikirannya dapat diuji kebenarannya
Hal tersebut mengindikasikan kita sebagai penulis tidak boleh asal mengutip
semata-mata karena orang tersebut merupakan orang terpandang, terkenal atau
kaya raya dan baik status sosial ekonominya.
4. PERBEDAAN BERFIKIR
DEDIKUTIF & BERFIKIR INDUKTIF DAN CONTOH NYA
·
Berpikir Deduktif
Deduksi berasal dari bahasa Inggris deduction yang berarti
penarikankesimpulan dari keadaan-keadaan yang umum, menemukan yang
khusus dari yang umum. Deduksi adalah cara berpikir yang di tangkap atau di
ambil dari pernyataan yang bersifat umum lalu ditarik kesimpulan yang bersifat
khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola
berpikir yang dinamakan silogismus.
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang
menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam
bagian-bagiannya yang khusus.
·
Berpikir Induktif
Induksi adalah cara mempelajari sesuatu yang bertolak dari
hal-hal atau peristiwa khusus untuk menentukan hukum yang umum. Induksi
merupakan cara berpikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari
berbagai kasus yang bersifat individual. Penalaran secara induktif dimulai
dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang
khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan
yang bersifat umum
Berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir
dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena
yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi
adalah bentuk dari metode berpikir induktif. (www.id.wikipedia.com)
Jalan induksi mengambil jalan tengah, yakni di antara jalan
yang memeriksa cuma satu bukti saja dan jalan yang menghitung lebih dari satu,
tetapi boleh dihitung semuanya satu persatu. Induksi mengandaikan, bahwa karena
beberapa (tiada semuanya) di antara bukti yang diperiksanya itu benar, maka
sekalian bukti lain yang sekawan, sekelas dengan dia benar pula.
Jenis penalaran deduktif yaitu:
-Silogisme
Kategorial = Silogisme yang terjadi dari tiga proposisi.
-Silogisme
Hipotesis = Silogisme yang terdiri atas premis mayor yang
berproposisi konditional hipotesis.
-Silogisme
Akternatif = Silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi
alternatif.
-Entimen =
Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan
maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan.
Penalaran ilmiah pada hakikatnya merupakan gabungan dari
penalaran deduktif dan induktif. Dimana lebih lanjut penalaran deduktif terkait
dengan rasionalisme dan penalaran induktif dengan empirisme. Secara rasional
ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara
empiris ilmu memisahkan antara pengetahuan yang sesuai fakta dengan yang tidak.
Karena itu sebelum teruji kebenarannya secara empiris semua penjelasan rasional
yang diajukan statusnya hanyalah bersifat sementara, Penjelasan sementara ini
biasanya disebut hipotesis.
Hipotesis ini pada dasarnya disusun secara deduktif dengan
mengambil premis-premis dari pengetahuan ilmiah yang sudah diketahui
sebelumnya, kemudian pada tahap pengujian hipotesis proses induksi mulai
memegang peranan di mana dikumpulkan fakta-fakta empiris untuk menilai apakah
suatu hipotesis di dukung fakta atau tidak. Sehingga kemudian hipotesis
tersebut dapat diterima atau ditolak.
Ada 3 macam penalaran Induktif :
1. Generalisasi
Merupakan penarikan kesimpulan umum dari pernyataan
atau data-data yang ada.
Dibagi menjadi 2 :
a. Generalisasi Sempurna / Tanpa loncatan induktif
Fakta yang diberikan cukup banyak dan
meyakinkan.
Contoh :
- Sensus Penduduk.
- Jika dipanaskan,
besi memuai.
Jika
dipanaskan, baja memuai.
Jika
dipanaskan, tembaga memuai.
Jadi,
jika dipanaskan semua logam akan memuai.
b. Generalisasi Tidak Sempurna / Dengan loncatan induktif
Fakta yang digunakan belum
mencerminkan seluruh fenomena yang ada.
Contoh :
Setelah kita menyelidiki sebagian bangsa Indonesia bahwa
mereka adalah manusia yang suka bergotong-royong, kemudian kita simpulkan bahwa
bangsa Indonesia adalah bangsa yang suka bergotong-royong.
2. Analogi
Merupakan penarikan kesimpulan
berdasarkan kesamaan data atau fakta. Pada analogi biasanya membandingkan
2 hal yang memiliki karakteristik berbeda namun dicari persamaan yang ada di
tiap bagiannya.
Tujuan dari analogi :
- Meramalkan kesamaan.
- Mengelompokkan klasifikasi.
- Menyingkapkan kekeliruan.
Contoh :
Ronaldo adalah pesepak bola.
Ronaldo berbakat bermain bola.
Ronaldo adalah pemain real madrid.
3. Kausal
Merupakan proses penarikan kesimpulan dengan prinsip
sebab-akibat.
Terdiri dari 3 pola, yaitu :
a. Sebab ke akibat = Dari peristiwa
yang dianggap sebagai akibat ke kesimpulan sebagai efek.
Contoh : Karena terjatuh di tangga, Kibum harus beristirahat selama
6 bulan.
b. Akibat ke sebab = Dari peristiwa
yang dianggap sebagai akibat ke kejadian yang dianggap penyebabnya.
Contoh : Jari kelingking Leeteuk patah karena memukul papan itu.
c. Akibat ke akibat = Dari satu
akibat ke akibat lainnya tanpa menyebutkan penyebabnya